Senin, 09 Maret 2015

LAWU, the borderer

 
Peta Pendakian Gunung Lawu Jalur Cemoro Kandang dan Cemoro Sewu
Jamaknya Perbatasan dua daerah itu berdiri sebuah tugu ataupun monumen yang dibangun untuk menandai wilayah kekuasaan masing-masing. Namun dunia ini selalu indah karena selalu ada anomali atau hal yang tidak biasa dari umumnya sehingga membuat sesuatu lebih berwarna. Anomali ini juga berlaku untuk batas sebuah daerah, seperti perbatasan provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah di daerah Magetan (Jatim) dan Karanganyar (Jateng) adalah sebuah Gunung yang diberi nama Lawu dengan Ketinggian 3265 Mdpl dengan segala sejara panjang dan misterinya.
Gunung Lawu merupakan Gunung Berapi aktif yang sudah lama tertidur yang terletak di perbatasan dua kota dan dua Provinsi, Magetan di Jawa Timur dan Karanganyar di Jawa Tengah. walaupun sudah lama tidak terdengar aktifitasnya, di Gunung Lawu masih terdapat kawah yang berada di badan Gunung tepatnya sekitar ketinggian 2.500 Mdpl yang bisa disaksikan dari Jalur Cemoro Sewu (Pos III) dan Cemoro Kandang (Pos II) yang bernama Kawah Candra Dimuka, istilah populer digunakan untuk menggambarkan suatu tempat yg digunakan untuk mendidik seseorang untuk menjadi ahli dalam bidangnya masing-masing.
Gunung Lawu Tampak samar di belakang Candi Cetho
 Untuk Jalur pendakian mencapai Hargo Dumilah (3265 Mdpl) puncak gunung Lawu, terdapat 3 jalur resmi yang biasa digunakan. Pertama Jalur yang paling landai, paling ramai dan paling panjang tracknya serta paling cepat waktu tempuhnya yaitu via Cemoro Sewu yang berada di Kabupaten Magetan Jawa Timur. Jalur Kedua adalah via Cemoro Kandang yang berada di wilayah Karanganyar Jawa Tengah. walaupun berbeda kota bahkan provinis, jarak antara Cemoro Kandang dan cemoro Sewu amat dekat, tidak mencapai 1 Km. Ketiga adalah jalur yang paling berat, paling jarang di lewati para pendaki, dan paling laama waktu tempuhnya, namun merupakan jalur paling keren Pemandangannya di bandingkan jalur-jalur yang lainnya yaitu via Candi Cetho, dan jalur inilah yang akhirnya kami pilih dalam perjalan menuju Hargo Dumilah kali ini.

Candi Cetho
Candi cetho sendiri merupakan salah satu candi termuda yang ada di pulau jawa, yang didirikan tidak lama sebelum kerutuhan kerajaan Majapahit, Kerajaan hindu terakhir di pulau jawa. Untuk melakukan pendakian via jalur candi cetho, jika berangkat dari jakarta bisa menggunakan kereta api atau bis, turun di terminal tirtonadi untuk yang menggunakan bis dan disarankan turun di stasiun balapan yang populer karena dijadikan lagu oleh maestro campur sari indonesi didi kempot bagi yang menggunakan kereta api karena lebih dekat dengan terminal tirtonandi yang hanya berjarak 10 menit dengan berjalan kaki. Dari Terminal tirtonadi perjalanan dilanjutkan dengan bis jurusan solo - tawangmangu (untuk jalur cemoro sewu dan cemoro kandang bila berangkat dari jakarta juga naik bis ini, namun tempat turunya saja yang berbeda) turun di terminal karang pandan dengan tarif IDR10.000 dan waktu tempuh sekitar 1 jam. Di Terminal Karang Pandan kita harus berganti dengan berganti dengan bis yang lebih kecil dengan satu pintu di tengah dengan jurusan jamus dan turun di pasar kemuning dengan tarif IDR5.000 dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Disinilah kita akan bertemu dengan wanita-wanita tangguh yang setiap hari pulang pergi dengan menggunakan bis jalur ini dengan barang bawaan yang bahkan lebih banyak dengan karier yang kami bawa. Jika perbekalan ataupun logistik belum lengkap dapat dilengkapi di pasar Kemuning karena disinilah tempat terakhir terdapat warung yang respertenatif untuk berbelanja. karena tidak ada angkutan umum dari pasar kemuning menuju candi cetho, kita dapat menggunakan ojek dengan tarif IDR20.000, tarif itu tergolong murah jika melihat seperti apa jalan yang dilalui, tanjakan panjang yg benar-benar menuntut keahlian berkendara motor, dengan waktu tempuh sekitar 20 menit (tidak terbanyakan jika lebih) .

Candi Kethek
Jalur Pendakian via candi cetho tidak terdapat basecamp seperti jalur yang lainnya, sehingga untuk perijinan kita harus melakukan di pintu masuk candi cetho. Sebenarnya untuk pendakian Gunung Lawu via Candi Cetho tidak dipungut biaya atau gratis, tapi karena kita memilih untuk lewat di kawasan candi Cetho daripada melewati samping candi, kita dikenakan tarif masuk candi cetho sebesar IDR3.000 per orang. dari kawasan candi cetho perjalanan menuju hargo dumilah puncak Gunung Lawu harus belok ke kiri ke kawasan warung yang ada di samping candi, kemudian jalan lurus terus ke arah candi kethek yang jaraknya sekitar 700 meter dari candi cetho. Candi kethek sendiri seperti halnya candi cetho merupakan peninggalan kerajaan majapahit, diberi nama kethek karena dulunya banyak terdapat monyet di sini yang dalam bahasa jawa di sebut kethek.
Pos I
Dari candi kethek kita mengambil jalur yang ada disebelah kiri candi, jalurnya cukup jelas dan banyak tanda yang di tempel di pohon yang menunjukan arah ke puncak gunung lawu. tapi jangan pernah terkejut jika memilih jalur candi cetho karena dari awal tracknya dilalui langsung tanjakan tanpa sempat di kasih pemanasan sama sekali. Waktu yang diperlukan untuk mencapai pos I dari candi cetho sekitar 53 menit dengan berjalan santai dan sempat foto-foto di kawasan candi.
Pos II, brak seng 2000 mdpl
Dengan track yang masih sama perjalan dilanjutkan kembali menuju pos II, Brak Seng yang berada di ketinggian 2000 mdpl (di jalur cemoro sewu dan cemoro kandang, untuk pos I saja sudah di atas ketinggian 2100 mdpl), dengan waktu tempuh dari pos I selama 33 menit. Jika melihat perbandingan sampai pos II dengan jalur yang lain, bisa dibayangkan betapa berat track yang harus di lewati via candi cetho. Pos II sendiri merupakan tanah yang sedikit lapang, bisa memuat 3 tenda dan terdapat sebuah shelter yang bentuknya mirip tenda yang terbuat dari seng sehingga di beri nama brak seng.
Pos III, Cemoro Dowo 2250 mdpl
Dari pos II kita sudah memasuki kawasan hutan Gunung Lawu, namun dengan track yang semakin miring sudutnya menekati 90 derajat di butuhkan waktu sekitar 57 menit  untuk sampai di pos III Cemoro Dowo yang berada di ketinggian 2.250 mdpl, hanya menambah ketinggian 250 meter dibutuhkan jalan kaki selama 57 menit. Di Pos III, pohon-pohon yang ada di track antara pos II dan pos III berganti menjadi pohon cemoro, mungkin karena pohon cemoro tidak ada habisnya sampai pos IV sehingga pos III ini disebut cemoro dowo.
Pos IV Pengik 2500 Mdpl
Track antara pos III dan Pos IV ini merupakan yang terberat dari semua track pendakian via Candi Cetho. Selain tracnya yang memang benar panjang, tanjakannya pun sudah mendekati 90 derajat. Pos IV sendiri bernama pengik di ketinggian 2500 mdpl. Dibutuhkan waktu 79 menit atau 1 jam 20 m3nit ( jarak antar pos yang di tempuh dengan waktu yang paling lama) untuk sampai pos IV. Dengan hanya menambah ketinggian 250 meter, dan waktu tempuh yang sedemikian panjang, bisa diimajinasikan sendiri seperti apa track antara pos III dan Pos IV.

Pos V Bulak Peperangan 2800 mdpl
walaupun track terberat telah dilewati, bukan berarti selanjutnya akan berjalan mudah. Dalam perjalanan menuju pos V dari pos IV, cuaca yang sebelumnya bersahabat walapu matahari tak sempat menampakan senyumnya sejak pagi hari berganti dengan udara dingin berwarna putih yang perlahan merayap naik ditemani dengan tetesan air yang seakan melenyapkan khayalan akan track yang sedikit lebih mudah. Track yang medanya lebih landai dari sebelumnyaPerjalanan selama 62 menit yang hampir separuh ditempuh dengan balutan raincoat menjadi track terberat dalam pendakian Gunung Lawu via candi Cetho kali  ini. sampai-sampai rencana untuk mendirikan tenda di warung mbok nyem (warung tertinggi di Indonesia yang berada di ketinggian 3150 mdpl) harus di lupakan. Karena cuaca yang semakin tidak bersahabat akhirnya kita memutuskan untuk mendirikan tenda di Pos V Bulak Peperangan yang berada di Ketinggian 2800 mdpl. Mendirikan tenda sebuah proses yang sering kita lakukan dan harusnya bukan hal yang berat menjadi sesuatu tantangan tersendiri dengan guyuran butiran air dan hembusan udara berwarna putih yang menemani. Ternyata Butiran air dan hebusan angin berwarna putih tidak berhenti sepanjang malam sampai pagi dan sempat menggoyang-goyangkan tenda kami layaknya orang yang lagi bergoyang karena mendengar alunan musik dangdut.

Sabana pendakian Lawu via Cetho
Pagi hari setelah bergoyang dalam tenda semalaman, cuaca juga belum mau bersahabat, saat keluar tenda pandangan mata pun cukup terbatas. Akhirnya diputuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan dan menerjang cuaca yang kurang bersahabat tersebut. Pukul 07.15 kita meninggalkan pos V bulak perang menuju destinasi selanjutnya warung mbok nyem. Sekedar informasi, Pos V diberi nama bulak perang karena di sabana yang ada di dekat pos V dulu dijadikan tempat pertempuran antara pasukan kerajaan majapahit di bawah raja Brawijaya V (raja terakhir majapahit) dan pasukan kerajaan demak (kerajaan islam pertama di pulau jawa) di bawah raden patah yang juga menandai pergantian era dari kejayaan kerajaan majapahit menjadi era Kerajaan Demak dan awal perkembangan agama Islam di pulau Jawa.
Pasar Dieng
selepas melewati padang sabana dengan sejarah panjangnya, sebelum sampai di hargo dalem, kita akan melewati pasar dieng atau juga dikenal dengan sebutan pasar setan gunung lawu. Konon menurut cerita dari mulut ke mulut, disini merupakan pasar tempat mahluk halus melakukan transaksi jual beli layaknya pasar manusia pada umumnya. Namun hal seperti ini janganlah menghalangi kita untuk terus menjelajahi indahnya negeri ini, selama tujuan kita baik, pasti hal baik jug yang akan kita dapatkan.
Hargo Dalem, 3170 Mdpl
Tidak jauh dari pasar dieng, kita akan sampai di hargo dalem yang tidak kalah mistis dengan pasar dieng. Disinilah menurut cerita, Raja Brawijaya V, Raja terakhir kerajaan majapahit bertapa dan moksa (melepaskan diri dari ikatan duniawi dan pergi menuju nirwana menurut konsep agama hindhu). letak hargo dalem tidak jauh dari warung mbok yem, hanya sekitar 100 meter. Kalau ditempuh dari jalur cemoro sewu, setelah warung mbok nyem. sementara dari jalur cemoro kandang, selepas pos V (pertigaan menuju puncak) kita ambil jalur lurus, kira-kira seratus meter ada pertigaan kita akan sampai dipertigaan, dimana belok kiri menuju warung mbok nyem dan belok kanan menuju Hago dalem. Selain terdapat bangunan yang dulu dipakai Raja Brawijaya V, di hargo dalem juga terdapat beberapa shelter yang biasa digunakan para pendaki maupun pertapa (Gunung Lawu merupakan salah satu tempat yang banyak digunakan orang untuk bertapa dengan berbagai macam tujuan) beristirahat. Dibutuhkan waktu 76 menit dari pos V jalur cetho bulak perang untuk sampai di hargo dalem.


Warung Mbok Nyem, 3.150 Mdpl

setelah dari hargo dalem, untuk mencapai hargo dumilah puncak gunung lawu kita akan melewati warung mbok yem, warung tertinggi di Indonesia yang berada di ketinggian 3150 mdpl (masih lebih tinggi dari tanah tertinggi jawa barat, 3078 mdpl). Dari Warung Mbok yem hanya di butuhkan waktu 18 menit untuk sampai di Hargo dumilah, titik tertinggi Gunung Lawu, 3265 Mdpl.

Hargo dumilah, 3265 Mdpl
Perjalanan kali ini kembali memberikan suatu pelajaran berharga yang sangat berguna dalam kehidupan seharai-hari, Seburuk apapun kondisi atau hal yang kita alami selama kita tetap berusaha melakukan yang terbaik untuk menghadapinya semuanya pasti akan dapat di atasi, seperti yang di katan peribahasa terkenal,

"Badai Pasti Berlalu"

Maka jangan takut untuk menjelajahi indahnya negeri ini karena cerita-cerita buruk ataupun segala hal yang membuat khawatir. Karena dimanapun kita berada semua hal tersebut bisa terjadi, tinggal cara kita menghadapinya biar bisa selamat.