Senja di puncak Gunung Butak |
Jika kita menanyakan Gunung Butak kepada orang secara acak,
pasti banyak yang tidak mengetahui tentang gunung butak. bahkan warga kota batu
yang berada di kaki gunung butak pun, banyak yang tidak mengetahui tentang
gunung butak. seperti dikatakan oleh pepatah "tak kenal maka tak
sayang", biar kita bisa menyayangi gunung butak, layaknya gunung-gunung
lain yang lebih akrab ditelinga kita, ada baiknya kita mengenalkan dulu tentang
seluk beluk gunung butak.
Gunung butak merupakan sebuah gunung yang sudah tidak aktif
yang terletak di 3 kota, kabupaten blitar, kabupaten Malang dan Kota Batu.
Dengan tinggi hanya 2868 mdpl, namanya seakan tenggelam oleh gunung-gunung yang
lebih tinggi yang banyak bertebaran di Malang. Bahkan dengan gunung panderman
yang tingginya masih di bawahnya, gunung butak juga masih kalah populer. Namun
minimnya popularitas yang dimiliki gunung butak tidak mengurangi eksostisme
yang ditawarkan gunung butak.
Terkait popularitas gunung butak, mengingatkan akan
pendakian yang pernah dilakukan sekitar delapan tahun yang lalu atau sekitar
2007, dimana saat itu bahkan hanya rombongan kami yang melakukan pendakian
gunung butak. Selama perjalan pulang-pergi, kami tidak bertemu dengan mahluk
yang bernama manusi, hanya ada beberapa kawanan monyet yang kami temui
bergelayut bebas di antara pepohonan, seakan menikmati sekali hidup tanpa
terlihat beban hidup yang sedang ditanggungnya. Walaupun tidak sesepi dahulu,
saat ini di tahun 2015 masih saja pendaki yang datang ke gunung butak belum
seramai gunung-gunung yang lain, dimana sejak heboh film “5 cm” beberapa tahun
belakangan ini gunung-gunung sudah selayaknya pasar yang ramai orang hilir
mudik. Kita tidak menyalahkan atau
mempermasalahkan gunung-gunung menjadi ramai seperti saat ini, selama
orang-orangnya tetap bisa menjaga dan merawat dirinya sendiri dan gunung-gunung
yang dikunjungi. Namun yang terjadi saat ini, euforia kegiatan alam bebas tidak
di imbangi pengetahuan, kemauan dan persiapan yang maksimal tentang kegiatan
alam bebas, akibatnya kita lihat gunung-gunung seperti berubah menjadi TPA yang
penuh dengan sampah.
Ada empat jalur yang
biasa digunakan untuk melakukan pendakian Gunung Butak, pertama jalur desa
Semen – Gandusari – Blitar ( via Sirah-Kencong), desa Semen – Gandusari –
Blitar ( via Sirah-Kencong), ketiga jalur Desa Gadingkulon-Dau-Malang, dan
jalur terakhir dan merupakan jalur yang paling ramai via panderman yang
terletak di Kota Batu. Pendakian kali ini menggunakan jalur via panderman Kota
Batu. Untuk yang berasal dari luar Malang Raya (Kota dan Kab Malang serta Kota
Batu), bila menggunakan kereta api turun di stasiun Malang Kota Baru, dari
depan stasiun bisa naik angkot jurusan terminal landungsari, dari terminal
landungsari dilanjutkan dengan bus jurusan jombang ataupun kediri, turun di
gerbang/gapura desa pesanggrahan kota Batu, dari gerbang/gapura desa
pesanggrahan bisa menggunakan ojek sampai pos perijinan yang biasanya buka di
hari sabtu atau libur nasional. Karena jalur pendakian gunung butak via
panderman tidak terdapat pos-pos layaknya gunung yang lainya, kami menentukan
sendiri beberapa titik yang bisa digunakan untuk beristirahat selama perjaanan
sekaligus checkpoin perjalanan.
Pertigaan ladang
penduduk dan hutan
Sebagai titik penanda pertama sebagai target perjalanan kali
ini, ditentukan batas antara ladang penduduk dan hutan, dimana disana terdapat
sebuah pertigaan dan sedikit tanah lapang sehingga pas di gunakan sebagai
checkpoin awal. Untuk mencapai chekcpoin pertama, medan yang dilalui sebagian
besar melewati ladang penduduk yang sudah jelas jalanya namun banyak
percabangan baik ke arah gunung panderman maupun ladang penduduk yang sedikit
membingungkan bagi yang belum pernah kesana, jadi perlu hati-hati dan
diperhatikan petunjuk arah yang sudah dipasang saat ini. Perjalanan di awali di
pos perijinan yang terletak di depan rumah paling unjung di desa pesanggrahan
yang sudah berbatasan dengan ladang. Disana kita bisa mengurus perijinan dengan
membayar restribusi sebesar IDR7000. Dari pos perijinan medan yang dihadapi
sudah mulai menanjak dengan melewati medan yang sudah dipasang batako sampai
dengan adanya percabangan dengan jalur menuju gunung panderman. Selepas itu
jalanya berganti dengan tanah tapi sedikit lebih landai, namun di musim kemarau
akan sangat berdebu (disarankan membawa masker). Perlu diperhatikan, setelah memasuki jalan
tanh, kita akan menghadapi beberapa
percabangan, dimana ada tiga percabangan yang
perlu menjadi perhatian agar
tidak salah mengambil jalan. Percabangan pertama kita harus mengambil jalur yang
sebelah kiri, karena jalur yang kanan akan menuju ke ladang penduduk, tidak
lama setelah itu ada percabangan kedua dimana kita harus mengambil jalur
sebelah kanan karena jalur sebelah kiri menuju gunung panderman, sementara
pertigaan ketiga adalah checkpoin pertama yang kita pilih, selepas percabangan
ini kita akan memasuki kawasan hutan dengan jalur yang lebih jelas. Waktu yang
dibutuhkan untuk menempuh jarak dari pos perijinan sampai batas ladang dan
hutan sekitar 55 menit.
Pertigaan Sumber air
Dari pertigaan batas ladang dan hutan kita memilih jalur
sebelah kanan yang menurun, namun jangan senang dahulu karena turunnya hanya
sebentar setelah itu langsung di sambut dengan tanjakan yang cukup untuk
membuat berkeringatn dan ngos-ngosan (karena setelah ini ada tanjakan yang
lebih kejam dan sadis). Di jalur ini kita seperti memasuki gua, karena
sepanjang jalur kita harus melewati semak belukar yang lebat sehingga sinar
matahari pun sulit untuk menembusnya. Sedikit keuntungan dari jalur ini menjadi
lebih sejuk dari sebelumnya karena tertutup semak belukar. Dibutuhkan waktu 30 menit untuk sampai di
pertigaan sumber air dari pertigaan batas ladang dan hutan. Perlu diperhatikan
lagi, dari pertigaan ini harus memilih jalur sebelah kanan karena jalur terus
menuju sungai tempat pipa sumber air penduduk berasal. Dan disinilan delapan
tahun yang lalu kita pernah tersesat (untuk saat ini jalur lebih jelas, jadi
mungkin bisa meminimalisir peristiwa itu terjadi).
Tanjakan Patah Hati
Tanjakan Patah Hati |
Bila di gunung semeru kita mengenal tanjakan cinta dengan
mitosnya bila kita bisa melaluinya tanpa berhenti dan menoleh kebelakang dengan
memikirkan seseorang yang kita cintai, maka kita akan berjodoh denganya (mitos
mungkin tetaplah mitos). Di Gunung Butak ada tanjakan yang namanya berkebalikan
dengan tanjakan cinta, tanjakan patah hati namanya. Diberi nama tanjakan patah
hati karena setelah melalui tanjakan ini, rasa lelah, marah dan putus asa
seperti layaknya patah hati (bukan pengalaman). Dibutuhkan waktu sekitar 30
menit untuk melalui tanjakan ini, dengan medan yang sepenuhnya menanjak
sehingga benar-benar membuat orang patah hati, di tambah lagi bila melaluinya diberi
“bonus” debu-debu beterbangan. Selepas tanjakan patah hati ada sedikit lahan
datar yang bisa digunakan sekedar istirahat setelah mengalami “patah hati”.
Secara keseluruhan dari pertigaan sumber air menuju kesini dibutuhkan waktu 35
menit.
Pertigaan jalur dau
Pertigaan Dau |
Puas disiksa dengan tanjakan sampai patah hati dari awal
pendakian, akhirnya kita akan menemui “bonus” yang tidak berupa materi, tapi
disini lebih kita butuhkan daripada uang, medan yang landai. Selepas tanjakan
patah hati, medan yang akan dilalui tidak seberat sebelumnya, jalan yang landai
dengan rindang pepohonan. Walaupu jalur yang dilalui tidak terlalu berat, tapi
jarak dari tanjakan patah hati menuju pertigaan pertemuan dengan jalur dau
lumayan panjang, dibutuhkan waktu sekitar 75 menit untuk sampai. Di pertigaan
ini terdapat sedikit lahan datar yang lumayan luas, mampu menampung 4-5 tenda.
Disini juga terdapat sumber air yang bisa diambil, sehingga direkomendasikan
juga untuk digunakan untuk mendirikan tenda. Selain di pertigaan ini, sepanjang
jalur yang dilalui sebelumya banyak terdapat spot-spot yang bisa digunakan
untuk mendirikan tenda.
Gunung Arjuno dari jalur Gunung Butak |
Sabana
Dari pertigaan jalur dau ini sebenarnya dua pertiga jalur
pendakian sudah dilalui, dibutuhkan waktu sekitar 2 jam lagi untuk sampai ke
puncak. Namun sebelum sampai ke puncak kita akan melalui saban yang luas,
dengan sumber air yang besar, sehingga bila tenaga masih mendukung, lebih
disarankan untuk mendirikan tenda disini. Sabana gunung butak layaknya ranu
kumbolo di gunung semeru, sabana gunung merbabu, dan cikasur gunung aargopuro
mempunyai pemandangan yang sangat menawan. Dibutuhkan waktu 105 menit, atau
hampir 2 jam untuk sampai di sabana, dengan medan yang komplik, mulai jalur
yang landai sampai tanjakan-tanjakan yang membuat kapok untuk naik gunung (tapi
anehnya setelah sampai di rumah malah kepingin naik lagi). Pengalaman pendakian
kemarin, agar hati-hati dengan kebakaran hutan. Sepanjang jalur antara
pertigaan jalur dau sampai sabana 70% terbakar, baik yang sudah padam tinggal
menyisahkan bara sampai yang masih berkobar dengan asap menegpul. Kebakaran
juga banyak terjadi di jalur yang harus dilalui.
Tenda-Tenda di Sabana Gunung Butak |
Summit attack
Kalau biasanya kita melakukan summit attack di pagi hari atau dini hari, disini kita bisa
melakukan summit attack pada sore
hari untuk melihat matahari tenggelam (sunset). Dibutuhkan waktu 29 menit untuk
sampai di puncak gunung butak 2868 mdpl, dengan track sepertiga landai masih
dalam komplek sabana dan dua pertiga tanjakan walau tidak seberat tanjakan
patah hati. Di puncak gunung butak terdapat dataran yang sedikit luas yang bisa
digunakan untuk mendirikan tenda, luasnya bisa menampung 2-3 tenda.
Puncak Gunung Bhutak |
Pada akhirnya kita akan selalu bisa belajar dari alam,
karena alam merupakan sebesar-besarnya misteri yang tidak akan pernah akan kita
bisa pecahkan. Dan pelajaran yang di dapat kali ini, kita harus selalu berteman
dan menjaga alam, karena bila sampai alam sudah tidak mau berteman dengan kita
bencana yang akan kita dapatkan, seperti kabut asap yang melanda hampir seluruh
wilayah indonesia kemarin. Apakah kita
baru mau sadar ...
Saat satwa terakhir
telah mati,
Saat tetes air
terakhir telah mengering,
Saat pohon terakhir
telah tumbang,
Mungkin orang baru
sadar uang tidak bisa dimakan.
Untuk itu boleh kita menikmati alam, tapi kita harus selalu
mejaganya, karena ini alam bukan milik kita, tapi titipan anak cucu kita.